PEMETAAN SUMBER DAYA PESISIR, LAUT DAN PULAU-PULAU KECIL
Oleh:
Dimas Widyanata
1710716210004
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2019
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ekosistem
mangrove adalah ekosistem yang penting di kawasan pesisir karena fungsinya
secara ekologis maupun ekonomis. Ekosistem mangrove juga menjadi penting
seiring dengan isu perubahan iklim dan perdagangan karbon, karena ekosistem
mangrove menjadi salah satu penyimpan stok karbon yang cukup besar. Peningkatan
kepedulian akan ekosistem mangrove dengan melakukan rehabilitasi dan
pengelolaan kawasan mangrove meningkat pula. Pemanfaatan data penginderaan jauh
untuk aplikasi hutan mangrove telah berkembang dengan baik, tetapi tetap
terjadi kecenderungan peningkatan kebutuhan informasi mangrove dengan skala
informasi yang lebih detail, misalnya informasi spasial jenis mangrove. Selain
berguna untuk pengelolaan dan pelestarian, informasi spasial jenis mangrove
juga berguna dalam penelitian estimasi biomasa dan kandungan karbon, karena
biomasa dan kandungan karbon terkait dengan perbedaan jenis spesies mangrove.
Oleh karena itu, penelitian dan pengembangan ekstraksi informasi untuk
mengidentifikasi spesies atau minimal zonasi (spesies dominan) sangat
diperlukan.
Berkembangnya
teknologi penginderaan jauh terutama pada resolusi spasial dan temporalnya mempermudah
pada proses identifikasi tanaman mangrove. Begitu juga dengan beragamnya teknik
identifikasi dapat menyebabkan perbedaan hasil pada proses tersebut. Oleh
karena itu, diperlukan adanya kesepakatan pada metode yang akan digunakan untuk
proses identifikasi tanaman mangrove sehingga akan sama hasilnya.
Pedoman
ini dibuat untuk pengolahan data citra Landsat 8. Landsat 8 adalah generasi
terbaru menggantikan Landsat 7 yang memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor
(TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 dimana kanal 1-9 berada pada OLI dan
kanal 10 dan 11 pada TIRS. Data citra satelit Landsat 8 memiliki resolusi
spasial 30 m untuk kanal 1, 2, 3, 4, 5, 6,7, dan kanal 9 sedangkan kanal panchromatic memiliki resolusi spasial
15 m. Selain beresolusi spasial 30 m dan 15 m, pada kanal 10 dan 11 yang
merupakan kanal TIR-1 dan TIR-2 memiliki resolusi spasial 100 m. Kelebihan data
Landsat 8 adalah adanya kanal Near Infra Red (NIR-Kanal 5) sehingga dengan
menggunakan kombinasi RGB yang tepat akan menunjukkan lokasi tanaman mangrove.
Tujuan penyusunan pedoman adalah
untuk menyediakan petunjuk teknis dalam pengumpulan dan pengolahan data
penginderaan jauh untuk identifikasi tanaman mangrove yang sesuai dengan prosedur
yang telah disepakati.
1.3. Ruang Lingkup
Dokumen ini sebagai petunjuk
teknis untuk identifikasi tanaman mangrove yang terdiri dari pra pengolahan
data, pengolahan data secara visual, dan pengolahan data secara digital.
Tahapan pengolahan data penginderaan jauh sebagai berikut:
A. Pra Pengolahan Data
i. Koreksi Geometris Citra ii. Koreksi Radiometris Citra
B. Pengolahan Data Secara
Visual i. Penyusunan Komposit Warna
ii.
Penajaman Digital (Digital
Enhancement)
iii.
Pemotongan Citra (Cropping)
C.
Pengolahan Data Secara Digital
i. Klasifikasi
Tidak terbimbing (Unsupervised)
ii.
Klasifikasi Terbimbing (Supervised)
D. Uji
Akurasi
Pedoman Teknik Pengolahan Data
Penginderaan Jauh Landsat 8 untuk Mangrove ini mengacu kepada Peraturan Kepala
BIG No. 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Pengumpulan Dan Pengolahan Data
Geospasial Mangrove, SNI 7645-2010 tentang Klasifikasi Penutup Lahan, SNI
7717-2011 tentang Survei dan Pemetaan Mangrove.
Hutan mangrove adalah tipe hutan
yang khas yang hidup di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi
oleh pasang surut air laut dengan rentang salinitas yang tinggi. Mangrove
tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung dan datar. Di tempat yang tidak ada
muara sungainya, maka hutan mangrove akan tipis sedangkan di tempat yang
terdapat muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung
lumpur dan pasir maka hutan mangrove akan tumbuh meluas. Mangrove tidak tumbuh
di pantai yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut yang kuat
karena hal tersebut tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur dan pasir,
substrat yang diperlukan untuk pertumbuhan mangrove (Nontji, 2005). Secara
global penyebaran mangrove terbatas di daerah tropis dan sub tropis.
Mangrove merupakan jenis tumbuhan
yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang memiliki
kadar garam yang berbeda – beda. Kemampuan beradaptasi mangrove untuk membuang
kelebihan garam dalam jaringan tanaman menyebabkan mangrove dapat tumbuh subur.
Keanekargaman mangrove bukan hanya karena kemampuan untuk beradaptasi dengan
lingkungannya tetapi tidak terlepas juga adanya campur tangan manusia untuk
memelihara. Pada saat ini keanekaragaman mangrove sudah menurun hal ini di
sebabkan laju perubahan habitat akibat pembangunan tambak, penebangan hutan,
sedimentasi, reklamasi, dan pencemaran lingkungan (Nybaken, 1992).
Hutan mangrove memiliki nilai
ekologis, ekonomis dan sosial yang tinggi. Hutan mangrove berfungsi sebagai
tempat ikan, udang, kerang dan jenis biota lainnya untuk memijah dan daerah
asuhan bagi jenis-jenis udang. Hutan mangrove juga berfungsi menjaga stabilitas
garis pantai, melindungi pantai dan tebing sungai, memfilter dan meremediasi
limbah, serta untuk menahan banjir dan gelombang. Secara ekonomis fungsi hutan
mangrove merupakan sumber energi, daerah pengembangan perikanan dan pertanian,
penghasil bahan bangunan, bahan tekstil, dan produk bernilai ekonomi lainnya.
Di samping itu, hutan mangrove juga memiliki manfaat sosial seperti tempat
berinteraksi sosial dan jasa-jasa wisata.
Ekosistem mangrove juga menjadi
penting seiring dengan isu perubahan iklim dan perdagangan karbon, karena
ekosistem mangrove menjadi salah satu penyimpan stok karbon yang cukup besar.
Peningkatan kepedulian akan ekosistem mangrove dengan melakukan rehabilitasi
dan pengelolaan kawasan mangrove meningkat pula. Pemanfaatan data penginderaan
jauh untuk aplikasi hutan mangrove telah berkembang dengan baik, tetapi tetap
terjadi kecenderungan peningkatan kebutuhan informasi mangrove dengan skala
informasi yang lebih detail, misalnya informasi spasial jenis mangrove. Selain
berguna untuk pengelolaan dan pelestarian, informasi spasial jenis mangrove
juga berguna dalam penelitian estimasi biomasa dan kandungan karbon, karena
biomasa dan kandungan karbon terkait dengan perbedaan jenis spesies mangrove.
Oleh karena itu, penelitian dan pengembangan ekstraksi informasi untuk
mengidentifikasi spesies atau minimal zonasi (spesies dominan) sangat
diperlukan.
Fakta menunjukkan bahwa kerusakan
mangrove ada dimana-mana, bahkan intensitas kerusakan dan luasannya cenderung
meningkat secara siginifikan. Menurut catatan Direktorat PPA luas hutan
mangrove di Indonesia di tahun 1970an adalah 3.627.119 Ha atau 25% dari luas
hutan di Indonesia. Diperkirakan hutan mangrove saat ini hanya 2%. Kerusakan
hutan mangrove disebabkan oleh: perluasan areal pertambakan, perluasan areal
permukiman, pembabatan yang tidak teratur oleh penduduk setempat untuk
kepentingan pembuatan peralatan rumah tangga, alat penangkap ikan, dan kayu
bakar, kegiatan pembangunan, dan pencemaran industri (Wibisono, 2011).
Pentingnya peranan mangrove bagi
keberadaan wilayah pesisir memerlukan adanya pengelolaan yang tepat untuk
menajga eksistensi mangrove di wialayah tersebut. Berkembangnya teknologi
penginderaann jauh baik dari resolusi spasial dan temporal mampu digunakan
untuk mendeteksi keberadaan mangrove baik dari luasan dan pola sebaran
mangrove. Saat ini telah dikembangkan penelitian tentang spektral untuk
masing-masing spesies tanaman mangrove. Metode yang dilakukan untuk
identifikasi tanaman mangrove sangat beragam, oleh karena itu diperlukan suatu
kesepakatan metode apa yang akan digunakan sehingga hasil interpretasi akan
sama. Identifikasi tanaman mangrove juga telah dilakukan oleh BIG dengan hasil
berupa peta tematik mangrove yang dibuat berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI) nomor 7717 tahun 2011 tentang survei dan pemetaan mangrove.
Data geospasial
|
Data
yang memiliki referensi ruang kebumian
(georeference) dimana berbagai data atribut terletak dalam
berbagai unit geospasial
|
Data raster
|
data yang disimpan
dalam bentuk grid atau piksel sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur,
data ini merupakan data geospasial permukaan bumi yang diperoleh dari citra
perekaman foto atau radar dengan wahana Unmanned
Aerial Vehicle (UAV),
pesawat atau satelit.
|
Mangrove
|
Tumbuhan
pantai yang khas di sepanjang pantai tropis dan sub tropis yang terlindung,
dipengaruhi pasang surut air laut, dan mampu beradaptasi di perairan payau.
|
Pantai
|
Daerah pasang surut antara
pasang tertinggi dan surut terendah.
|
Penginderaan jauh
|
Ilmu
untuk mendapatkan informasi tentang obyek, daerah atau gejala di permukaan
bumi yang direkam dengan alat tertentu (device),
yang diperoleh tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang
dikaji.
|
Pesisir
|
Merupakan
daerah pertemuan antara darat dan laut; kearah darat meliputi bagian daratan,
baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat – sifat laut
seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan kearah
laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses – proses alami
yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang
disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan
pencemaran.
|
Peta
|
Gambaran
dari unsur – unsur alam dan/atau unsur – unsur buatan, yang berada di atas
maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar
dengan skala tertentu.
|
Skala
|
Angka perbandingan antara jarak dua titik di atas peta
dengan jarak tersebut di permukaan bumi.
|
Geospasial
|
Aspek keruangan suatu objek atau kejadian yang mencakup
lokasi, letak, dan posisinya.
|
Spesies
|
Suatu
tingkat takson yang dipakai dalam taksonomi untuk menunjuk pada satu atau
beberapa kelompok individu (populasi) yang serupa dan dapat saling membuahi
satu sama lain di dalam kelompoknya (saling membagi gen) namun tidak dapat
dengan anggota kelompok yang lain.
|
BAB 2. PENGOLAHAN DATA
2.1. Pemetaan Unit Pedoman
Kode Unit : LI
1 02 002 01 01
Judul Unit :
Klasifikasi Digital Multispektral
2.2. Diskripsi Unit
Pedoman teknis ini dibuat sebagai
acuan untuk melakukan identifikasi vegetasi mengrove. Metode yang digunakan
adalah klasifikasi supervised dan unsupervised.
Tabel 1. Tahapan
dan Uraian Pengolahan Data Penginderaan Jauh Landsat 8 untuk
Mangrove
Tahapan
|
Uraian
|
|
1. Mempersiapkan perangkat dan data
|
1.1.
|
Mempersiapkan perangkat keras dan perangkat lunak
pengolahan citra .
|
1.2.
|
Mempersiapkan software
sesuai dengan kebutuhan
|
|
1.3.
|
Mempersiapkan data yang
akan digunakan
|
|
1.4.
|
Mempersiapkan metode yang
akan digunakan
|
|
1.5.
|
Mempersiapkan informasi pendukung lainnya (data lapangan,
peta rupa bumi, dan lain sebagainya)
|
|
2. Melakukan pra pengolahan data
|
2.1.
|
Melakukan
koreksi geometrik. Koreksi mengacu pada Peraturan Kepala BIG No. 3 Tahun 2014
tentang Pedoman Teknis Pengumpulan dan Pengolahan Data Geospasial Mangrove.
|
2.2.
|
Melakukan koreksi
radiometris.
|
|
3. Melakukan interpretasi data secara visual
|
3.1.
|
|
3.2.
|
OIF
digunakan untuk menentukan kombinasi tiga kanal terbaik untuk menggambarkan
informasi tertentu. Semakin besar nilai OIF yang dihasilkan semakin banyak
informasi warna yang diperoleh dan sedikit duplikasi informasi, sehingga dapat dikatakan bahwa
nilai OIF tertinggi merupakan kombinasi kanal yang terbaik.
|
|
3.3.
|
Melakukan penajaman citra
untuk mendapatkan tampilan yang tajam.
|
|
3.4.
|
Melakukan pemotongan citra pada objek yang dikehendaki
sehingga memudahkan analisis.
|
|
4. Melakukan klasifikasi tak terbimbing (Unsupervised)
|
4.1.
4.2.
|
Mempersiapkan citra
terkoreksi
Melakukan klasifikasi unsupervised dengan input semua kanal
pada citra.
|
4.3.
|
Melakukan
reclass pada citra yang telah
terklasifikasi dengan mengacu pada tampilan RGB citra ataupun informasi
lainnya (data survei, RBI, dan lain
|
|
sebagainya)
|
||
4.4.
|
Melakukan identifikasi
objek
|
|
5. Melakukan klasifikasi
terbimbing (Supervised)
|
5.1.
5.2.
|
Mempersiapkan citra terkoreksi
Melakukan
training area pada objek yang akan diklasifikasi dengan jumlah sampel minimal
30 untuk masing-masing objek.
|
5.3.
|
Melakukan klasifikasi supervised pada citra
|
|
5.4.
|
Melakukan reclass pada
citra yang telah terklasifikasi pada tampilan RGB citra ataupun informasi
lainnya
(data survei, RBI, dan
lain sebagainya)
|
|
6. Uji akurasi hasil klasifikasi
|
6.1.
|
Uji
akurasi dilakukan dengan membandingkan antara nilai dari data lapangan dengan
data citra
|
6.2.
|
Akurasi
diperoleh dari hasil analisis regresi data citra dengan data lapangan
|
|
7. Penyimpanan data hasil klasifikasi
|
7.1.
|
Menyediakan
media penyimpanan untuk citra hasil klasifikasi dengan format yang telah
ditentukan.
|
2.3. Metodologi
2.3.1. Bahan dan Material
Data yang digunakan adalah data
penginderaan jauh berupa raster yang telah terkoreksi radiometrik, geometrik,
dan atmosferik yang telah dilakukan oleh PUTEKDATA LAPAN. Data yang diperoleh
berupa data reflektans multi spektral dengan format *.tif.
Data citra yang digunakan pada
pedoman teknis mangrove ini adalah data raster sensor optis Landsat 8. Landsat 8 adalah generasi terbaru
menggantikan Landsat 7 yang memiliki sensor Onboard
Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah
kanal sebanyak 11 dimana kanal 1-9 berada pada OLI dan kanal 10 dan 11 pada
TIRS. Data citra satelit Landsat 8 memiliki resolusi spasial 30 m untuk kanal
1, 2, 3, 4, 5, 6,7, dan kanal 9 sedangkan kanal panchromatic memiliki resolusi spasial 15 m. Selain beresolusi
spasial 30 m dan 15 m, pada kanal 10 dan 11 yang merupakan kanal TIR-1 dan
TIR-2 memiliki resolusi spasial 100 m.
Pedoman ini dibuat untuk
pengolahan data citra Landsat 8. Landsat 8 adalah generasi terbaru menggantikan
Landsat 7 yang memiliki sensor Onboard
Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan
jumlah kanal sebanyak 11 dimana kanal 1-9 berada pada OLI dan kanal 10 dan 11
pada TIRS. Data citra satelit Landsat 8 memiliki resolusi spasial 30 m untuk
kanal 1, 2, 3, 4, 5, 6,7, dan kanal 9 sedangkan kanal panchromatic memiliki resolusi spasial 15 m. Selain beresolusi
spasial 30 m dan 15 m, pada kanal 10 dan 11 yang merupakan kanal TIR-1 dan
TIR-2 memiliki resolusi spasial 100 m. Kelebihan data Landsat 8 adalah adanya
kanal Near Infra Red (NIR-Kanal 5)
sehingga dengan menggunakan kombinasi RGB yang tepat akan menunjukkan lokasi
tanaman mangrove.
Pada data Landsat generasi
sebelumnya, tingkat keabuan (Digital
Number-DN) berkisar pada 0-256 sedangkan pada data cita Landsat 8 memiliki tingkat keabuan 0-4096.
Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan sensitifitas yang semula tiap piksel
memiliki kuantifikasi 8 bit sekarang telah meningkat menjadi 12 bit.
Peningkatan ini menjadikan proses interpretasi objek di permukaan menjadi lebih
mudah (Sugiarto, 2013). Spesifikasi kanal untuk Landsat 8 dapat dilihat pada
Tabel
2.
Tabel 2. Karakteristik Landsat 8
Kanal
|
Panjang
Gelombang µm
|
Keterangan
|
1 – aerosol pesisir
|
0.43 – 0.45
|
Studi aerosol dan
wilayah pesisir
|
2 – biru
|
0.45 – 0.51
|
Pemetaan bathimetrik, membedakan tanah dari
vegetasi dan daun dari vegetasi konifer
|
3 – hijau
|
0.53 – 0.59
|
Mempertegas puncak vegetasi untuk menilai kekuatan vegetasi
|
4 – merah
|
0.64 – 0.67
|
Membedakan sudut vegetasi
|
5 – Infra Merah Dekat-
Near
Infrared (NIR)
|
0.85 – 0.88
|
Menekankan konten biomassa dan garis pantai
|
6 – short
– wave
infrared
(SWIR 1)
|
1.57 – 1.65
|
Mendiskriminasikan kadar air tanah dan vegetasi; menembus
awan tipis
|
7 – short – wave
infrared
(SWIR 2)
|
2.11 – 2.29
|
Peningkatan kadar air tanah
dan vegetasi dan penetrasi awan tipis
|
8 – Pankromatic
|
0.50 – 0.68
|
Resolusi 15 m, penajaman
citra
|
9 – Sirus
|
1.36 – 1.68
|
Peningkatan deteksi awan sirus yang terkontaminasi
|
10 – TIRS 1
|
10.60
–
11.19
|
Resolusi
100 m, pemetaan suhu dan penghitungan kelembaban tanah
|
11 – TIRS 2
|
11.5
–
12.51
|
Resolusi
100 m, peningkatan pemetaan suhu dan penghitungan kelembaban tanah
|
Sumber: Widjaja, 2014.
Gambar 1. Contoh data Landsat 8
Selain menggunakan data citra
Landsat 8, dilakukan pula mengambilan data lapangan. Data lapangan tersebut
akan digunakan sebagai bahan untuk uji akurasi. Pengambilan sampel di lapangan
mengacu pada Peraturan Kepala BIG No. 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis
Pengumpulan Dan Pengolahan Data Geospasial Mangrove.
2.3.2. Peralatan
Peralatan dan software yang
digunakan pada pengolahan data penginderaan jauh untuk identifikasi tanaman
mangrove adalah sebagai berikut:
i. Personal komputer ii. Software pengolahan data
penginderaan jauh
iii. Peralatan terkait dengan
survei lapangan sesuai dengan Peraturan Kepala BIG No. 3 Tahun 2014 tentang
Pedoman Teknis Pengumpulan dan Pengolahan Data Geospasial Mangrove
2.3.3. Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia untuk
pengolahan data penginderaan jauh untuk identifikasi tanaman mangrove harus
mampu mengoperasikan perangkat komputer serta software pengolahan data penginderaan
jauh. Selain itu, operator tersebut mampu menterjemahkan data secara visual dan
tidak buta warna.
2.3.4. Tahapan Pengolahan Data
Pengolahan data penginderaan jauh
terdiri dari tiga tahapan, yaitu pra pengolahan data, pengolahan data secara
visual, dan pengolahan data secara digital. Hasil pengolahan data penginderaan
jauh tersebut disajikan sebagai informasi spasial.
2.3.4.1. Pra
Pengolahan Data
Pra pengolahan data dilakukan
sebelum tahapan interpretasi dan deliniasi data penginderaan jauh. Secara umum
tahapan pra pengolahan data adalah koreksi geometris dan radiometris.
2.3.4.2. Interpretasi
Data Secara Visual
Interpretasi secara visual
(manual) dilakukan terhadap data penginderaan jauh yang berdasarkan pada
pengenalan ciri/karakteristik objek secara keruangan. Karakteristik objek dapat
dikenali berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan,
rona/warna, tekstur, situs, asosiasi dan konvergensi bukti. Tahapan yang
dilakukan pada interpretasi secara visual adalah dengan menggunakan teknik
kombinasi RGB. RGB yang digunakan disesuaikan dengan informasi yang diinginkan.
2.3.4.2.1. Penyusunan Komposit Warna
Penyusunan komposit warna
diperlukan untuk mempermudah intrepretasi citra inderaja. Susunan komposit
warna dari kanal citra inderaja minimal terdapat kanal Inframerah dekat untuk
mempertajam penampakan unsur vegetasi. Pemilihan kanal untuk proses komposit
dilakukan dengan menggunakan metode Optimum
Index Factor (OIF). OIF digunakan untuk menentukan kombinasi tiga kanal
terbaik untuk menggambarkan informasi tertentu. Semakin besar nilai OIF yang
dihasilkan semakin banyak informasi warna yang diperoleh dan sedikit
duplikasi informasi, sehingga dapat
dikatakan bahwa nilai OIF tertinggi merupakan kombinasi kanal yang terbaik.
Algoritma yang digunakan untuk menghitung OIF adalah:
dimana:
SDi
= Standar deviasi kanal i
ABS
= Nilai absolut koefisien
korelasi dua kanal dari kemungkinan tiga kanal
Berdasarkan analisis OIF untuk
data Landsat 8, maka komposit RGB yang digunakan untuk identifikasi mangrove
adalah 573. Kombinasi RGB 573 untuk mangrove pada Landsat 8 dapat dilihat pada
Gambar 5. Warna merah kecoklatan sangat kontras diantara objek-objek lainnya,
menunjukkan keberadaan mangrove.
Gambar 2. Interpretasi Visual Data Citra Landsat 8
2.3.4.2.2. Penajaman Digital (Digital Enhancement)
Tahapan ini berisi penajaman
digital yang bertujuan untuk mendapatkan kualitas visual dan variabilitas spektral
citra menjadi lebih baik. Teknik yang digunakan pada penajaman digital ini
adalah teknik perentangan linear.
Teknik ini dapat digunakan untuk
mempertajam kenampakan objek secara keseluruhan mempertajam tepian,
menghaluskan noise/gangguan, memunculkan spesifik area tertentu di citra.
Adapun teknis penajaman dengan perentangan linear dapat dilakukan dengan
melihat distribusi nilai piksel citra asli terlebih dahulu (nilai terendah dan
tertinggi), kemudian nilai terendah tersebut direntangkan menjadi bernilai nol,
dan nilai tertinggi ditarik ke nilai maksimum bit (binary digit) citra yang
digunakan. Metode ini biasa disebut sebagai perentangan linear minimummaksimum.
Perentangan linear dapat pula dilakukan secara otomatis dengan memasukkan nilai
persentase perentangan (biasanya berkisar antara 1 – 3 atau 5%) pada histogram
masing-masing citra asli.
Teknis perentangan dilakukan
masing-masing terhadap band merah, hijau, dan biru dalam komposisi warna RGB.
Perentangan linear juga dapat dilakukan secara interaktif, dengan cara menarik
garis transformasi (transform line)
menjadi nilai minimum dan maksimum citra output. Ini sangat bermanfaat pada
saat penentuan training area obyek maupun membantu pemilihan GCP untuk koreksi
geometrik. Contoh penajaman citra dapat dilihat pada Gambar 6a dan 6b.
Gambar
3a. Citra Sebelum Penajaman Gambar
3b. Citra Setelah Penajaman
2.3.4.2.3. Pemotongan Citra (Cropping)
Pemotongan citra dilakukan untuk
membatasi daerah penelitian sehingga memudahkan analisis pada komputer. Selain
itu, pemotongan citra akan mengurangi kapasitas memori sehingga memudahkan pada
proses pengolahan data citra tersebut. Teknik yang digunakan pada tahapan cropping adalah dengan memfokuskan
lokasi yang diinginkan pada citra. Cropping
dapat dilakukan dengan menggunakan data vektor, koordinat geodetik, atau dengan
menggunakan box (zooming) yang ada
pada software yang digunakan. Contoh cropping
citra dapat dilihat pada Gambar 7a dan 7b.
2.3.4.3. Pengolahan Data Secara Digital
Pengolahan data secara digital
yang dimaksud adalah proses klasifikasi sebagai salah satu tahapan pada
interpretasi. Klasifikasi yang dilakukan pengacu pada SNI 7645-2010 tentang
Klasifikasi Penutup Lahan. Dalam melakukan klasifikasi, metode minimum yang disarankan
adalah klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised).
Secara singkat, penjelasan mengenai metode klasifikasi yang digunakan adalah
sebagai berikut:
2.3.2.3.1. Klasifikasi Tidak Terbimbing (Unsupervised)
Klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised) dilakukan dengan
mengelompokkan piksel pada citra menjadi beberapa kelas hanya berdasarkan pada
perhitungan statistik tertentu tanpa menentukan sampel piksel (training) yang digunakan oleh komputer
sebagai acuan untuk melakukan klasifikasi. Identifikasi ulang dilakukan dengan
membandingkan citra hasil koreksi untuk
menghasilkan klasifikasi yang lebih sedikit (penggabungan kelas/merging) sesuai dengan klasifikasi yang
dibutuhkan pada skala hasil. Pada proses interpretasi ulang ini dibantu secara
visual menggunakan citra komposit warna atau data hasil kerja lapangan sebagai
dasar penggabungan kelas. Algoritma yang disarankan digunakan dalam klasifikasi
tidak terbimbing adalah isodata
classification.
Gambar 5. Klasifikasi unsupervised
mangrove
2.3.4.3.2. Klasifikasi Terbimbing (Supervised)
Klasifikasi terbimbing merupakan
proses pengelompokkan piksel pada citra menjadi beberapa kelas tertentu dengan
berdasarkan pada statistik sampel piksel (training)
atau region of interrest ditentukan
oleh pengguna sebagai piksel acuan yang selanjutnya digunakan oleh komputer
sebagai dasar melakukan klasifikasi. Sampel piksel yang baik memiliki rerata
keterpisahan yang baik antar tiap kelasnya yang ditunjukkan oleh nilai indeks
separabilitas (separability index)
(Richards, 1999). Sampel piksel dapat bersumber dari pengetahuan interpreter
terhadap kondisi lokal atau data hasil kerja lapangan. Algoritma klasifikasi
citra yang digunakan yaitu maximum
likelihood.
Klasifikasi maximum likelihood mengkelaskan nilai piksel berdasarkan
probabilitas suatu nilai piksel terhadap kelas tertentu dalam sampel piksel.
Apabila nilai probabilitas nilai piksel berada di bawah nilai threshold yang
ditentukan maka piksel tersebut tidak terkelaskan. Lain halnya apabila dalam
klasifikasi tidak memasukkan nilai threshold maka semua piksel dapat
terkelaskan sesuai sampel piksel yang ada.
Gambar 6. Klasifikasi Supervised
Mangrove
2.3.5. Uji Akurasi
Uji akurasi dilakukan dengan
pengambilan sampel di lapangan, hasil penelitian yang telah lalu ataupun dengan
data sekunder yang telah dirilis oleh instansi yang berkepentingan. Akurasi
hasil pengolahan data citra minimal adalah 70% dan setelah divalidasi dengan
data lapangan maka akurasi hasil penelitian adalah 90%. Pengambilan sampel di
lapangan mengacu pada Peraturan Kepala BIG No. 3 Tahun 2014 tentang Pedoman
Teknis Pengumpulan Dan Pengolahan Data Geospasial Mangrove.
BAB 3. PENUTUP
Berdasarkan Undang-undang
Keantariksaan No. 21 Tahun 2013, Pasal 19 ayat 92) dan Pasal 22 ayat (1) yang
menyatakan bahwa LAPAN bertugas untuk menetapkan metode dan kualitas pengolahan
data penginderaan jauh. Pemanfaatan data dan diseminasi informasi penginderaan
jauh oleh setiap instansi harus berdasarkan pada pedoman yang telah dilakukan
oleh lembaga. Salah satu pedoman yang telah berhasil terselesaikan adalah
Pedoman Teknik Pengolahan Data Penginderaan Jauh Landsat 8 untuk Mangrove.
Ucapan terimakasih kami ucapkan
pada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan pedoman ini.
Pedoman teknis ini dibuat sebagai panduan untuk identifikasi vegetasi mangrove
dengan menggunakan data Landsat 8. Sangat disadari bahwa pedoman ini masih
banyak kekurangannya sehingga perlu masukan dan saran dari berbagai pihak yang
berkepentingan.
DAFTAR PUSTAKA
Nontji, A. 2005. Laut
Nusantara. Ikrar Mandiriabadi. Jakarta. ed.rev.cet.4
Nybakken, James W. 1982. Biologi
Laut: Suatu Pendekatan Ekologis (terj.),
Marine Biologi: An Ecological Approach oleh Muhammad Eidman, Koesoebiono,
Dietrich Geolffrey Bengen, Malikusworo Hutomo, Sukristijono Sukardjo. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Peraturan Kepala BIG No. 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Pengumpulan Dan Pengolahan
Data Geospasial Mangrove.
SNI 7645-2010 tentang Klasifikasi Penutup Lahan.
SNI 7717-2011 tentang Survei dan Pemetaan Mangrove.
Sugiarto, D. Putro., 2013. Landsat 8 : Spesifikasi, Keunggulan Dan Peluang
Pemanfaatan Bidang
Kehutanan.
Wibisono, M.S. 2011. Pengentar Ilmu Kelautan Edisi 2. UI Press. Jakarta.
Widjaja, A.M.H, 2014. Kombinasi Band pada Citra Landsat 8.
arnithestoryview.wordpress.com /
2014/04/12/tugas-1-praktikum-pcdkombinasi-band-pada-citra-landsat-8/








Comments
Post a Comment